Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Perlu Adanya Perubahan Format Hitungan DAU Demi Kesejahteraan Kawasan Timur Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan panjang pantai lebih dari 81.000 km, dimana 2/3 wilayah kedaulatannya berupa perairan laut. Laut merupakan sumber kehidupan karena memiliki potensi kekayaan alam hayati dan nir-hayati berlimpah. Sumber kekayaan alam tersebut, menurut amanat Pasal 33 UUD-1945 harus dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

Persoalannya pada saat ini adalah Pemerintah di dalam memperhitungkan DAU, dimana luas wilayah menjadi salah satu variabelnya, baru memperhitungkan luas daratan saja. Hal ini sesuai dengan landasan hukum PP No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Maka timbul sebuah pertanyaan yang aktual dari daerah: “kenapa luas wilayah daerah yang selama ini diperhitungkan dalam DAU hanya luas daratan saja?”. Pertanyaan ini tentunya banyak dikemukakan oleh Pemda-pemda yang memiliki pantai dan/atau yang memiliki pulau-pulau.

Dana alokasi umum (DAU) adalah merupakan salah satu komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas formula dengan konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal (fiscal gaps), yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiscal ditambah dengan alokasi dasar. Sedangkan definisi yang diberikan oleh UU No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Landasan kebijakan kebijakan implementasinya adalah PP No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Di dalam ketentuan-ketentuan tersebut dijabarkan mengenai dasar kebijakan mulai dari definisi sampai pada variabel penghitungan dari DAU agar dapat dijadikan
pijakan penetapan.

Fungsi dari DAU sendiri adalah sebagai instrumen untuk mengatasi horizontal imbalance, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah dimana pengunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh Daerah. Selain itu juga berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya pendapatan asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak dan bagi hasil SDA lainnya (DBH) yang diperoleh Daerah.

Luas Wilayah Sebagai Variabel Perhitungan DAU
Di dalam menentukan besaran DAU, terdapat dua parameter yaitu kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal, dimana keduanya memiliki variabel-variabel data yang harus terpenuhi untuk mendapatkan besarannya. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:
a. untuk kebutuhan fiskal memiliki variabel:
• jumlah penduduk;
• luas wilayah;
• Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK);
• Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita, dan
• Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
b. untuk kapasitas fiskal memiliki variabel:
• PAD (Pendapatan Asli Daerah);
• Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor Pajak dan Sumber Daya Alam (SDA).
c. perhitungan DAU menggunakan rumus:
DAU = CF + AD; dimana: CF = celah fiskal, dan AD = alokasi dasar. dalam hal ini CF = Kebut.Fiskal – Kapas.Fiskal, dan luas wilayah merupakan salah satu variabel dalam perhitungan Kebutuhan Fiskal. Persoalan: luas wilayah laut belum masuk dalam perhitungan.

Aspek Legal
Saat ini perhitungan DAU secara eksplisit mengacu kepada PP No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, dimana variabel luas wilayah seperti terlihat didalam rumus di atas merupakan salah satu bagian penghitungan DAU. Dari penjelasan Pasal 40 ayat (3) PP No. 55 tahun 2005, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan luas wilayah adalah luas wilayah daratan (saja). Untuk penghitungan DAU tahun 2006, data luas wilayah yang digunakan adalah yang tercantum di dalam Peraturan Mendagri yang diterbitkan setiap tahun, terakhir dengan Peraturan Mendagri No. 18 tahun 2005.

Pada tahapan ini timbul pertanyaan: “mungkinkah wilayah laut yang diberikan hak pengelolaan kepada Daerah secara utuh dijadikan sebagai bagian dari variable luas wilayah Daerah dan diintegrasikan dalam perhitungan DAU?”. Dasar pemikirannya adalah ketentuan yang diberikan oleh Pasal 18, UU No. 32 tahun 2004, dimana pada intinya daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut, yang kewenangan-kewenangannya meliputi:
a. ekplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut;
b. pengaturan administratif;
c. pengaturan tata ruang;
d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah;
e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan dan;
f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.

Luas wilayah yang digunakan sebagai variabel dalam perhitungan DAU menurut PP No. 55 tahun 2005 juga kurang sejalan dengan ketentuan dalam peraturan perundangan lainnya yang dengan jelas tidak memisahkan antara wilayah darat dan laut. Perhatikan UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang Pasal 2 ayat (2) intinya menyatakan bahwa segala perairan (laut) adalah merupakan bagian integral dari wilayah daratan. Demikian pula UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola wilayah lautnya.

Formula Dana Alokasi Umum yang masih mengunakan perhitungan daratan dan mengabaikan luas lautan maka selama ini model perhitungan pemerintah selalu merugikan daerah-daerah yang memiliki luas laut lebih besar dari daratan.
Penggunaan hitungan DAU berdasarkan daratan diakui juga oleh Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso. “Memang benar formula yang dipakai pemerintah pusat dalam pemberian anggaran sangat berpatokan pada batas daratan saja, tidak memperhatikan batas laut”.
Kesenjangan pembangunan antara kawasan barat Indonesia dengan kawasan timur Indonesia (KTI) sangat lebar secara kuantitas.
Pembangunan di Indonesia 80 persen tersebar di Jawa dan sumatera, sementara hanya 20 persen di timur Indonesia.

Kesenjangan ini terjadi di berbagai sektor terutama dibidang pertanian, pertambangan, industry, dan jasa. Akibatnya dalam peruntukan anggaran ke sektor-sektor itu, Maluku mendapat jatah yang sangat minim.


Maluku sebagai wilayah kepulawan memiliki peluang besar menjadi daerah paling maju di KTI karena didukung potensi sumber daya lautnya yang besar. Potensi itu dapat dilihat dari jumlah pulau di Maluku yang berjumlah sekitar 600 pulau. Dan dari total luas Provinsi Maluku, 94 persen terdiri dari lautan.

Dengan potensi kekayaan besar, penataan dan konsep strategi pembangunan yang matang sebagai kawasan kepulauan di Maluku perlu dilakukan. Selama ini daerah-daerah di KTI terkendala dengan cara pengelolaan SDA. Kondisi ini tentu harus dijadikan momentum agar seluruh komponen daerah lebih memacu pertumbuhan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan rakyat.

Penyediaan dana alokasi umum (DAU) bagi Daerah dengan memperhitungkan luas daerah adalah hal yang tepat karena sangat erat kaitannya dengan pengelolaan wilayah untuk melaksanakan fungsi kewenangan daerah dalam rangka desentralisasi, yang erat terkait dengan upaya pertumbuhan ekonomi dan menjaga lingkungan serta pengembangan infrastruktur darat dan laut. Akan tetapi variabel luas wilayah perairan (laut) masih belum diperhitungkan. Perlu dicatat bahwa pemberian kewenangan pengelolaan wilayah laut kepada daerah tidak serta merta memberikan hak eksklusif kepada daerah, akan tetapi semata-mata bersifat administratif.

Dari penjabaran di atas, variabel luas wilayah dalam perhitungan DAU perlu memasukkan luas wilayah laut. Konsekuensi dari hal itu perlu adanya revisi penjelasan Pasal 40 ayat (3), PP No. 55 tahun 2005 yang hanya memperhitungkan luas wilayah darat saja.

Merujuk kepada Pasal 33 UU NO. 33 tahun 2004, bahwa data untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal diperoleh dari lembaga statistik Pemerintah, dan atau lembaga Pemerintah yang berwenang dalam menerbitkan data yang dapat dipertanggung jawabkan. Perlu ditunjuk Lembaga/instansi yang berwenang dalam menghasilkan data geospasial berkenaan dengan perhitungan variabel luas wilayah dalam DAU.

Berkenaan dengan peta kerja batas laut pengelolaan daerah, perlu segera diperbaharui dan ditetapkan menurut ketentuan peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan wilayah laut sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 18 ayat (7) UU No.32 tahun 2004. Apabila diperlukan peta kerja dimaksud dapat dilengkapi dan dimutakhirkan dengan data geospasial tema lainnya, seperti data keberadaan sarana dan prasarana serta data potensi sumberdaya alam lainnya, sehingga dapat dipergunakan pula sebagai input dalam perencanaan dan pemantauan fasilitasi DAU di Daerah secara berkelanjutan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar